Isu perlindungan data pribadi adalah isu besar di era internet saat ini. Masyarakat semakin terkoneksi melalui media sosial tetapi mereka tidak sadar kalau platform teknologi tersebut mengumpulkan data-datanya. Skandal Cambridge Analytica dan bagaimana mereka menyalahgunakan jutaan data pengguna Facebook adalah salah satu contohnya.
Katadata berkesempatan melakukan wawancara eksklusif dengan Carole Cadwalladr, jurnalis The Guardian dan The Observer yang juga finalis Pulitzer atas jurnalisme investigasinya pada skandal Cambridge Analytica. Berikut ini paparannya sebelum berbicara di Indonesia Data and Economic Conference (IDE) 2020 yang diselenggarakan Katadata, di Jakarta, Kamis (30/1).
Anda telah menulis kasus ini selama hampir empat tahun terakhir. Hasilnya, Cambridge Analytica sudah berhenti operasi. Facebook didenda US$ 5 miliar oleh FTC dan US$ 100 juta oleh SEC. Bagaimana kelanjutannya sejauh ini, apakah semakin baik atau semakin buruk? Apakah Anda masih melihat demokrasi di Barat terdisrupsi oleh teknologi?
Sudah lama saya mengerjakan reportase investigasi tersebut. Sungguh menakjubkan hal itu terjadi. Ketika saya mulai melakukannya, sangat sedikit orang yang pernah mendengar tentang Cambridge Analytica. Beberapa orang bahkan berpikir bahwa saya sedang menulis teori konspirasi gila.
Sekarang tulisan itu menjadi skandal besar. Banyak orang tahu tentang Cambridge Analytica. Mereka menjadi tahu perusahaan tersebut mengeksploitasi data Facebook. Itu benar-benar menjadi kabar baik. Banyak orang sekarang menyadari permasalahan seputar data.
Facebook mendapat denda terbesar yang pernah ada dalam sejarah AS senilai US$ 5 miliar, tetapi tidak berdampak apa-apa karena Facebook sangat kaya. Perusahaan ini memiliki begitu banyak uang. Harga sahamnya bahkan naik pada saat denda tersebut diumumkan. Kita jadi tahu bahwa denda itu tidak begitu berarti, sedangkan permasalahannya masih ada dan Facebook masih digunakan untuk mengganggu perpolitikan dan menyebarkan kebohongan. Itu membuat proses politik di seluruh dunia menjadi semacam proses yang tertutup dan terkendali, dan perusahaan yang mengendalikannya memiliki kekuatan.
Jadi situasinya masih sama?
Lebih banyak orang tahu tentang masalah itu, tetapi pada saat yang sama, kita belum berhasil melakukan apa pun tentangnya. Jadi, kita berada dalam situasi yang sulit.
Ketika pertama kali menginvestigasi Cambridge Analytica, saya melihat hal ini di film dokumenter Netflix yang berjudul The Great Hack, bahwa Anda juga dirisak. Ada sebuah video mengerikan yang menunjukkan wajah Anda di sana. Bagaimana Anda menghadapi hal itu? Apakah hal itu sempat membuat Anda memutuskan untuk berhenti menggunakan media sosial?
Ya, saya memang sempat berfikir untuk berhenti menggunakan media sosial. Karena semuanya yang kita ketahui tentang media sosial, tentang Facebook dan tentang Twitter, adalah seperti zona perang. Di sinilah pertempuran propaganda terjadi. Dan jika Anda seorang reporter yang menulis tentang masalah ini di media sosial, Anda dapat menjadi target serangan ini, dan itu sangat sulit bagi saya, secara pribadi.
Tetapi, pada saat yang sama, saya sangat senang karena ketika orang-orang menyerang pribadi Anda, itu berarti mereka kehabisan ide untuk menyerang jurnalisme Anda. Jadi, di sisi lain, meskipun ini sulit bagi saya, saya pikir saya menang melawan mereka.
Jadi itu sebabnya Anda tidak berhenti?
Ya, saya belum bisa berhenti karena masalah ini sangat mendesak dan mempengaruhi banyak negara. Ini adalah tentang masa depan dan demokrasi. Saya rasa saya tidak boleh berhenti.
Apakah Anda mengikuti situasi politik di Indonesia? Dua kali Pilpres pada 2014 dan 2019 di Indonesia memiliki kondisi yang sama dengan yang terlihat pada Pilpres 2016 di AS dan Referendum Brexit. Masyarakat terbelah, banyak beredar berita bohong, gambar, dan video di media sosial. Jika Anda melihatnya dalam kerangka lebih besar, apakah hal ini terjadi karena operasi perusahaan-perusahaan seperti Cambridge Analytica atau hanya pertarungan para buzzer?
Saya rasa hanya Facebook yang menciptakan kondisi ini sehingga yang disebut sebagai fake news dapat tersebar. Kita juga tahu tipe konten yang sangat efektif menyebar di medial sosial adalah konten yang mempertajam perbedaan, menyulut emosi, dan penuh kekerasan. Facebook memfasilitasi hal-hal tersebut, dan dengan menggunakan Facebook tools, teknologi iklan mereka, siapapun dapat menyebarkannya secara efektif ke masyarakat.
Kita sangat buta tentang siapa yang membuatnya, siapa yang menjadi target, atau berdasarkan data apa. Bahkan, yang paling mengkhawatirkan yang bisa kita lihat adalah, meskipun Facebook adalah platform sangat terbuka, dalam batas tertentu, WhatsApp, yang juga milik Facebook, adalah grup yang tertutup.
Kita sama-sama tahu bahwa platform ini sekarang juga digunakan untuk menyebar misinformasi, untuk menyebar kabar bohong, sehingga kita tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Perkembangan semacam ini amat sangat mengkhawatirkan yang menandakan bahwa keadaan sekarang semakin buruk, bukan sebaliknya.
Bahkan di Instagram juga terjadi?
Ya, bahkan instagram. Semuanya. Semua platform disalahdigunakan secara tidak bertanggungjawab untuk menyebarkan kebohongan. Yang kita lihat di berbagai belahan dunia adaah mereka yang menang di Facebook atau di dunia politik adalah populis, otoritarian, dan mereka yang menyebarkan kebohongan. Donald Trump dalam hal ini adalah contoh paling nyata. Dia menggelontorkan banyak uang ke Facebook dan sering berbohong juga.
Sementara Facebook, meskipun menyatakan “Kami tidak akan membiarkan orang menyebarkan kebohongan dalam platform kami,” tapi kemudian malah berkata “meskipun demikian, kami akan membolehkan politisi yang berbohong”. Kebohongan semacam inilah yang pada dasarnya sangat berbahaya dan merusak. Jadi, Facebook seebenarnya sangat bertanggung jawab, Mark Zuckerberg secara pribadi sangat bertanggung jawab atas apa yang terjadi di dunia saat ini.
Apakah Anda pernah berbicara dengan Facebook?
Tidak.
Mereka tidak mau berbicara dengan Anda?
Tidak, Facebook tidak ingin berbicara dengan saya. Tidak, tidak, tidak. Facebook, bagaimana ya, mereka memiliki humas yang beroperasi dengan aturan yang sangat ketat. Mereka hanya berbicara kepada jurnalis yang disukai yang bekerja pada media favorit mereka. Karena kami, The Guardian dan Observer, mempublikasikan skandal Cambridge Analytica tentu saja kami berada di luar radar humas mereka.
Sejujurnya, kami bangga dengan status tersebut. Organisasi berita, saya rasa, lebih baik berada di posisi tersebut, kita perlu berada di luar radar untuk bisa melihat mereka secara kritis karena saya rasa sudah sejak lama jurnalis yang diundang berpihak kepada Facebook sehingga mereka kurang kritis terhadap apa yang perusahaan tersebut lakukan.
Di tengah maraknya hoaks dan disinformasi yang merusak demokrasi, kami di Katadata yakin bahwa segala sesuatu harus berbasis data. Perusahaan kami percaya pada jargon "Kalau Bicara Pakai Data". Sebagai jurnalis, apa pendapat Anda terhadap perusahaan media saat ini dan apa yang harus mereka lakukan untuk melakukan peran sebagai pilar keempat demokrasi, tidak bias, dan transparan?
Apa yang Anda (Katadata) lakukan sangat menginspirasi. Kita harus tetap berpegang pada fakta dan pelaporan berbasis bukti, seperti yang Anda katakan, menggunakan data untuk menceritakan kisah tersebut. Ini benar-benar penting, tetapi itu tidak cukup di dunia saat ini. Saya telah melihat semuanya melalui reportase investigasi saya bahwa fakta tidak lagi cukup. Ada akuntabilitas yang menurun karena politisi tidak membutuhkannya.
Dulu Anda bisa menerbitkan sebuah cerita dan mereka berkata, "Lihatlah hal buruk yang dilakukan pemerintah" dan Anda akan memiliki akuntabilitas. Para menteri akan merasa malu, dan mereka bahkan mungkin akan mengundurkan diri. Dalam lanskap baru media sosial saat ini, semakin tidak ada lagi rasa malu. Anda melihat Donald Trump melakukannya tanpa malu-malu.
Kita tahu bahwa jurnalisme berbasis fakta sangat sulit bersaing dengan jurnalisme, opini, dan konten partisan yang tidak berdasarkan fakta karena mereka terlihat sama di internet. Ini adalah masalah besar bagi jurnalis dan masyarakat di mana pun. Salah satu hal yang harus dibenahi adalah bahwa model paid journalism terdisrupsi oleh internet. Memikirkan cara baru untuk membayar jurnalisme dan konten berkualitas adalah bagian yang sangat penting. Terima kasih atas pekerjaan yang dilakukan Katadata. Ini sangat menggembirakan.
Di sesi TED talk dan film dokumenter The Great Hack, Anda katakan bahwa demokrasi liberal sudah hancur. Apa yang terjadi di Pilpres AS 2016 dan Referendum Brexit adalah bukti dari eksperimen yang tidak etis. Otorianisme muncul di berbagai belahan dunia. Psikografis seharusnya diklasifikasikan sebagai senjata massal. Apakah Anda menilai negara demokrasi masih bisa memiliki Pemilu yang bebas dan adil?
Tidak, maksud saya sekarang ini sangat sulit dan saya pikir ini tidak penting. Hanya saja, kita sekarang tahu bahwa hampir semua pemilu di seluruh dunia dapat dilakukan secara daring. Facebook menjadi salah satu media tempat penyebaran kampanye, dan itu bukanlah kondisi yang rata/seimbang. Akan ada satu sisi yang mengatakan sesuatu yang faktual, benar, dan jujur. Lalu ada politisi lain yang hanya akan berbohong dan menyebarkan konten kebencian, dan kami tahu kebohongan itu terlihat lebih baik.
Di sinilah kita butuh Facebook untuk melangkah dan mengambil tanggung jawab dan melakukan tindakan. Itu juga sangat tergantung pada pemerintah di seluruh dunia untuk dapat mengatur Facebook. Ini sangat penting. Dan ini akan terjadi kepada Anda, saya, serta teman-teman dan keluarga kita, kita peduli dengan masalah ini. Jadi sebenarnya berbicara, menulis, dan memberitakan, dan memahami bahwa ini adalah salah satu krisis eksistensial terbesar yang kita hadapi di dunia saat ini menjadi langkah yang sangat penting untuk memperbaiki situasi saat ini.
"opini" - Google Berita
January 31, 2020 at 06:03PM
https://ift.tt/2OgsfKI
Untuk Melindungi Data Pribadi, Pemerintah Harus Atur Raksasa Teknologi - Katadata.co.id
"opini" - Google Berita
https://ift.tt/2Fl45Kd
Shoes Man Tutorial
Pos News Update
Meme Update
Korean Entertainment News
Japan News Update
No comments:
Post a Comment