Oleh Satrio Wahono
Sosiolog dan Magister Filsafat UI
Di bidang kesehatan, Indonesia sedang mengalami dua masalah serius. Hal pertama tentu saja penjalaran pandemi virus Corona (Covid-19) yang sejauh ini—sampai tulisan ini dibuat—sudah menjangkiti 1.528 orang dan menelan 136 korban nyawa. Permasalahan kedua adalah putusan Mahkamah Agung (MA) pada 27 Februari 2020 yang menganulir Pasal 34 Peraturan Presiden Nomor 75 tahun 2019 yang mengatur kenaikan iuran peserta mandiri.
Kedua hal ini saling berkaitan. Pasalnya, pemerintah sudah menyatakan bahwa negara lewat BPJS Kesehatan akan menanggung semua biaya perawatan bagi orang-orang yang berpotensi terkena virus Corona, mulai dari yang berstatus orang dalam pengawasan (ODP), Pasien Dalam Pengawasan (PDP), suspect, sampai terkonfirmasi Corona.
Namun, pembatalan kenaikan iuran peserta mandiri BPJS Kesehatan akan kembali menyulitkan pemberi asuransi kesehatan semesta ini dari segi keuangan. Sebelum kenaikan saja, defisit BPJS Kesehatan pada 2019 mencapai Rp32,87 triliun, sehingga pembayaran kepada rumah sakit-rumah sakit pun bisa molor sampai 4 bulan.
Tanpa tindakan signifikan, tahun ini defisit jelas akan bertambah hingga menyulitkan BPJS Kesehatan mendanai pelayanan kesehatan, termasuk kepada pasien-pasien terkait virus Corona.
Di lain pihak, pembatalan kenaikan iuran itu melegakan juga bagi banyak orang di tengah bertubi-tubinya tekanan ekonomi yang datang: kurs rupiah terhadap dolar yang kian anjlok hingga mencapai level 16.000-an, kenaikan beraneka bahan pokok akibat kepanikan yang dipicu virus Corona, melemahnya aktivitas ekonomi karena himbauan tidak keluar rumah akibat virus yang sama, dan lain sebagainya. Di dalam spektrum permasalahan ini, solusi-solusi cepat, tepat, dan berkesetimbangan mesti dirumuskan.
Celah defisit
Sejatinya, besaran iuran bukanlah satu-satunya persoalan pokok yang bermuara pada defisit terus-menerus BPJS Kesehatan. Kajian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), misalnya, memetakan sejumlah penyumbang defisit program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan BPJS Kesehatan.
Pertama, lemahnya sistem penagihan iuran peserta oleh BPJS Kesehatan. Kedua, ada kecurangan peserta mandiri dalam bentuk mereka mulai menunggak iuran ketika sudah sembuh dari sakit.
"opini" - Google Berita
April 04, 2020 at 10:15AM
https://ift.tt/2ythIXy
OPINI Satrio Wahono: Menambal Defisit BPJS Kesehatan Pasca Pembatalan Kenaikan Iuran - Tribun Jateng
"opini" - Google Berita
https://ift.tt/2Fl45Kd
Shoes Man Tutorial
Pos News Update
Meme Update
Korean Entertainment News
Japan News Update
No comments:
Post a Comment